Sabtu, Oktober 09, 2010

Angkutan Umum, Komponen Wajib Membenahi Kemacetan Jakarta

Tingginya aktivitas warga masyarakat adalah efek dari meningkatnya pembangunan kota Jakarta yang begitu pesat. Dengan tingginya aktivitasnya tersebut, pergerakan manusia dan barang juga semangkin menigkat ini adalah korelasi logis yang tidak terbantahkan.

Sayangnya besarnya jumlah pergerakan, khususnya pergerakan manusia di Jakarta tidak berimbang dengan kemampuan pelayanan angkutan umum baik secara kapasitas, maupun kualitas. Setiap orang yang membutuhkan mobilisasi tentu menyadari hal ini, dan pasti berusaha memenuhi kebutuhan mobilisasi dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, upaya melakukan perjalanan dengan kendaraannya (masing-masing) juga semakin banyak, dan akibatnya kemacetan lalu-lintas di Jakarta menjadi hal yang tidak terelakkan.

jepret-jakarta.blogspot.com
Penggunaan kendaraan pribadi menjadi suatu bentuk pemenuhan keinginan seseorang dalam mengakomodasi secara layak kebutuhan perjalanan yang tidak dapat dipenuhi dengan sarana lainnya yang tersedia. Tidak salah bila, banyak orang (media) menceritakan, bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan di Jakarta sangat tinggi. Kemudian membandingkannya dengan kapasitas infrastruktur jalan yang relatif stagnan mejadi biang keladi kemacetan di Jakarta. Sehingga dengan berangkat dari pemikiran tersebut munculah pemikiran, bahwa untuk mengurai kemacetan di Jakarta maka kita harus mengurangi peredaran kendaraan di jalan raya.

Pengaturan untuk membatasi peredaran kendaraan di jalan raya yang paling sederhana adalah dengan melarang kendaraan masuk keruas jalan tertentu, seperti dengan pelarangan berputar, pelarangan belok kanan, atau pun verboden (dilarang masuk) baik sepanjang hari maupun pada jam-jam tertentu.

Model pengaturan lainnya seperti 3 in 1 yang saat ini diberlakukan di Jl. Sudirman dan Jl. Gatot Subroto, atau metode lain yang masih sebatas ide, seperti pembatasan umur kendaraan, pengaturan dengan pelat nomor kendaraan genap atau gajil, serta pengaturan dengan warna kendaraan tertentu sebagai syarat memasuki ruas jalan tertentu, serta yang hampir pasti diterapkan (electronic road pricing) ERP bila kita melihat esensi yang sebenarnya, tetap tujuannya adalah untuk mengurangi kendaraan yang melalui jalan tersebut dengan membatasi kendaraan dengan persyaratan tertentu.

Namun demikian apakan hanya dengan pengaturan membatasi peredaran kendaraan di jalan raya maka persoalan kemacetan akan teratasi? Sepertinya tidak demikian. Banyak dari kita lupa bahwa 'bergerak' sebagai suatu kebutuhan tentu akan terus diupayakan agar selalu dapat terpenuhi. Bagaimana pun caranya karena masyarakat sebagai manusia secara individu akan selalu berfikir untuk memenuhi kebutuhannya.

Hal yang perlu menjadi catatan ini adalah bahwa perjalanan itu adalah sebuah 'kebutuhan' di mana dalam pemenuhan 'kebutuhan' tersebut ada 'keinginan untuk memperoleh akomodasi dengan layak'. Sehingga dalam hal ini menyediakan 'sebuah kendaraan' sebagai akomodasi untuk satu kebutuhan perjalannya bukanlah sesuatu yang utama, akan tetapi 'keinginan untuk memperoleh akomodasi dengan layak' itulah yang sebenarnya diharapkan oleh individu-individu dalam masyarakat.

jepret-jakarta.blogspot.c
Dengan kata lain, bilamana penggunaan kendaraan pribadi yang selama ini telah menjadi 'akomodasi yang dinilai layak' oleh sebagian individu-individu dalam masyarakat, maka ketika penggunaan kendaraan pribadi dilakukan pembatasan, alternatif penggantinya secara ideal harus tersedia pula sebagai akomodasi dengan inilai kelayakan yang sama bagi individu-individu yang terkena pembatasan penggunaan kendaraan pribadinya.

Alternatif penggantinya tidak lain adalah angkutan umum. Tanpa menyediakan layanan angkutan umum yang baik secara kuantitas dan kualitas, dapat dipastikan setiap kebijakan yang bertujuan untuk melarang atau membatasi penggunaan kendaraan pribadi tidak akan pernah berhasil.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...