Jumat, Februari 07, 2014

Dua Buah Kisah : Ketika Polantas Tilang Pejabat

Saya sangat tertarik untuk menuliskan cerita ini begitu membaca headlinenya di Tribunnews.com kemarin. Ceritanya Dua anggota Satlantas Polres Kupang, Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite, menghentikan perjalanan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan rombongannya, usai melakukan kunjungan kerja di wilayah Kabupaten Kupang, Kamis (10/12013). Penghentian dilakukan polisi saat gubernur melintasi Jalan Timor Raya di Noelbaki, karena kendaraan yang mengawalnya membunyikan sirene.

Gubernur Frans Lebu Raya pun turun dari mobil dinasnya, lalu menghampiri dan menegur dua anggota Satlantas yang sedang bertugas. "Pak Gubernur turun dari oto (mobil) dan tanya saya. Kamu tahu tidak saya Gubernur NTT, kenapa kalian tahan? Saya hanya bilang, kami tidak tahan bapak. Kami hentikan kendaraan yang mengawal bapak karena membunyikan sirene, dan itu melanggar aturan. Lalu Pak Gubernur bilang biarkan saya lewat, nanti saya sampaikan ke Kapolda," kata Piet menirukan ucapan gubernur. Hal senada disampaikan Aipda Mess Nite. Menurutnya, sekitar belasan mobil rombongan gubernur yang dihentikan. Bahkan, ada sebagian dari rombongan yang menendang papan rambu lalu lintas yang bertuliskan pemeriksaan kendaraan. Namun, keduanya mengaku prosedur yang dijalankan saat menghentikan kendaraan merujuk pada aturan lalu lintas, yakni UU Nomor 22 Tahun 2009.

Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT)
Brigjen Ricky Sitohang
Menanggapi kejadian ini, Kapolda NTT Brigjen Ricky Sitohang mengatakan, berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, rombongan gubernur seharusnya dikawal oleh Polisi Lalu Lintas. Menurut Sitohang, itu diatur dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ). Dalam undang-undang itu dijelaskan, pengawalan terhadap kepala daerah seperti gubernur, wali kota, dan bupati, termasuk yang menggunakan konvoi voorijder dilakukan oleh polisi. "Tidak ada aturan Satpol PP kawal gubernur saat menggunakan jalan raya tanpa ada pengawalan polisi. Jangan bikin aturan sendiri, dan jangan salah kaprah terhadap UU. Seharusnya, rombongan Gubernur NTT dikawal oleh Polisi Lalu Lintas. Satpol PP bisa saja ada, tapi mereka ikut dari belakang," tutur Sitohang

Minggu, Februari 02, 2014

Toilet di Halte TransJakarta, itu Perlu!

Di tengah upaya peningkatan layanan TransJakarta yang sedang digemborkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ada sebuah pernyataan pak Jokowi yang agak kontroversial. Yaitu mengenai ketersediaan toilet, seraya Beliau berujar "Nggak perlu lah toilet-toilet. Kalau toliet rawatnya nggak bener, yang ada seluruh halte bau semua," dikutip dari detik.com (1/2/2014).

TEMPO.CO
Kita semua tentu menyadari kebutuhan 'panggilan alam' yang satu ini tidak dapat dijadualkan baik tempat maupun waktunya. Dan upaya peningkatan layanan TransJakarta yang melayani ribuan orang setiap harinya tentunya perlu memikirkan hal ini. Perkara bau dari 'output panggilan alam' ini tentu tinggal bagaimana kebersihan dari toilet itu dijaga. Ya toilet itu, harus ada juga cleaning servicenya, dan ketersediaan air yang cukup tentunya.

Penyediaan toilet di halte-halte busway itu perlu, mengingat busway digunakan oleh penumpang dengan konsep tiket tunggal untuk satu perjalanan. Penyediaan tolet di hate busway akan membuat membuat penumpang tenang, tidak perlu keluar dari koridor, dan tak perlu membeli tiket busway lagi.

Pengalaman kebelet buang air kecil ini setidaknya pernah dialami oleh penumpang yang bernama Zulfikar Akbar dalam perjalannya menggunakan busway, karena tidak tersedianya toilet membuat ia menjadi tidak nyaman karena harus menahannya sepanjang perjalanan (kompasiana, 5/4/2012).

Pengalaman seorang Ibu yang benar-benar tidak dapat menahan BAB, dan mengkibatkan penumpang lainnya juga tidak nyaman, sebagaimana pernah diceritakan oleh Danang Parkesit (VIVAnews, 10/7/2009) juga tentunya tidak ada yang menginginkan terulang lagi pada siapa pun .

Baca juga:
Tantangan Program 1000 Busway
Jokowi-Ahok
Memang ketersediaan ruang (lahan) akan menjadi kendala bila toilet harus disediakan di setiap halte, namun setidaknya toilet dapat diusahakan tersedia khususnya pada halte titik transfer antar koridor di mana penumpang diantaranya melakukan perjalanan panjang lintas koridor.

Ketersedian toilet penumpang ini mungkin dianggap “persoalan kecil” (dan biaya kecil bila dibandingkan dengan biaya untuk membeli 1000 unit busway), namun bukan berarti persoalan tersebut dapat diabaikan. Persoalan kecil pun tetap wajib mendapat perhatian dalam sebagai bagian dari sistim pelayanan Busway TransJakarta. Kenyamanan perjalanan bagi penumpang sudah seharusnya menjadi salah satu perhatian utama manajemen Busway TransJakarta, untuk itu prasarana busway perlu dilengkapi sarana kebutukan umum penumpangnya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...