Selasa, November 27, 2007

Peluang dalam Era Pasar Bebas

Pasar bebas menuntut produksi domestik untuk bersaing dengan produksi luar negeri baik dalam aspek harga maupun kualitas. Kondisi ini juga dapat memunculkan kemungkinan positif, masuknya produksi import mewujudkan kompetisi yang terjadi di era pasar bebas, mendorong antar produsen termasuk produsen lokal untuk menjaga bahkan meningkatkan kualitas hasil produksi dalam harga dan kulitas kompetitif.
Menurut David Vogel melalui artikelnya dalam Microsoft Encarta 2008, “Free trade increases the productivity of workers, lowers prices for consumers, facilitates economic growth, and improves environmental quality”, tentunya ada pemikiran yang menurutnya mendasari pernyataan tersebut, diantaranya adalah :
  1. Perusahaan yang melakukan produksi untuk ekspor akan membayar karyawannya lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya memproduksi untuk distribusi domestik.
  2. Perdagangan bebas akan mengurangi biaya impor sehingga memunculkan harga yang lebih rendah.
  3. Dengan masuknya produksi impor, produksi tidak akan meningkatkan harga, yang selanjutnya akan membantu mengurangi inflasi.
  4. Dalam hal perdagangan bebas membawa industri asing untuk berpindah, maka industri asing akan membawa standar pengelolaannya dalam bebagai hal termasuk dampak lingkungan dan mendorong pemerintah terhadap industri domestik untuk menerapkan standar pengelolaan industri yang setara.
dalam keberpihakannya terhadap “tanah air-nya” dalam kasus NAFTA dia juga menyebutkan, “The increase in imports from a low-wage country such as Mexico is a good, not a bad thing for the U.S. economy. As Mexico becomes richer, its imports from the United States increase”. Dalam pandangan umum dapat diartikan bahwa perdagangan bebas akan berpengaruh positif terhadap peningkatan ekonomi baik di negara dengan tingkat pendapatan rendah maupun di Negara maju.
Berdasarkan pandangan dari David Vogel tersebut, sesungguhnya pasar bebas juga membuka peluang tidak hanya dalam peningkatan ekonomi di dunia, namun juga dapat mendukung terciptanya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan secara global. Dan sesungguhnya hanya melalui cara global-lah pembangunan berkelanjutan akan secara nyata dapat dinimakti oleh masyarakat masa mendatang, karena keseimbangan lingkungan sesungguhnya tidak berlaku dalam satu ekosistem terpisah, namun dengan memanpandang bahwa dunia dengan segala isinya sebagai suatu ekosistem yang tidak dapat terpisahkan.

Minggu, November 25, 2007

Tantangan Pembangunan Yang Berkelanjutan Dalam Era Pasar Bebas

Perlu dipahami terdahulu bahwa konteks pembangunan berkelanjutan sesungguhnya sangatlah luas, bila mengacu kepada The Brundtland Commission's 1987 report, sustainable development (pembangunan berkelanjutan) didefinisikan sebagai berikut: “development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs”. Tanpa bemaksud untuk membatasi makna pembangunan berkelanjutan, dalam makalah ini pembahasan pembangunan berkelanjutan secara umum dilihat dari sudut pandang mempertahankan kulitas lingkungan untuk kelanjutan kehidupan umat manusia.

Pembangunan yang berkelanjutan sunguh merupakan tatangan besar, sebagaimana dinyatakan oleh Kofi Annan : “Our biggest challenge in this new century is to take an idea that seems abstract – sustainable development – and turn it into a daily reality for all the world’s people”. Bahwa pembangunan berkelanjutan sangat tidak mudah untuk dipraktekkan juga sebuah kenyataan yang harus dihadapi. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh The International Institute for Evironment sebagaimana dikutip dari Village Earth blog menyebutkan: “A 20-year international effort to put the planet on a path to sustainable development has been woefully inadequate and will need a radical rethink if it is to achieve its aims”.

Ada semacam kontradiksi yang kemungkinan besar akan terjadi pada penerapan pasar bebas dalam kaitannya dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pasar bebas cendrung akan mengarah kepada sudut pandang bisnis di mana profit akan menjadi sasaran utama para pelaku pasar bebas. Salah satunya adalah melalui usaha menekan biaya dalam pelaksanaan produksi. Satu dampak yang mungkin terjadi adalah eksploitasi sumber daya, hal ini akan sangat berbahaya jika sumber daya tersebut adalah sesuatu yang terbatas, sehingga ada kemungkinan sumber daya tersebut habis dan tidak dapat dinikmati oleh masyarakat di masa mendatang.

Perbedaan penerapan standar juga dapat menjadi persoalan dalam penerapan pembangunan berkelanjutan dalam era pasar bebas. Jeff Faux, dalam Microsoft Encarta 2008 menyatakan: “Regulating trade helps protect the standards that we set in our own domestic markets”. Standard dimaksud oleh Jeff Faux, tidak hanya ditujukan pada standar harga dan hasil akhir produksi, tetapi termasuk juga standard dalam proses produksi dimana dampak lingkungan menjadi perhatian utamanya. Kekhawatiran atas penerapan standard yang bebeda-beda diberbagai Negara diantaranya adalah ketika pelaku produksi berpindah industrinya ke tempat dimana standard dampak lingkungan dari industri masih sangat rendah.

Dari sisi ekonomi, perdagangan bebas sering dipandang “memakmurkan negara/orang kaya dan memelaratkan negara/orang miskin”. Kemampuan Negara kaya dalam berproduksi tentu lebih tinggi dari pada kemampuan Negara miskin, dengan demikian nilai keuntungan yang diperoleh juga akan jauh lebih tinggi diterima oleh Negara dengan produksi tinggi. Kekhawatiran akan Negara miskin menjadi lebih miskin terjadi ketika hasil produksi mereka tidak mampu bersaing dengan hasil produksi Negara maju, kondisi ini akan mematikan “industri” Negara miskin sehingga menghilangkan pendapatannya.

Perdagangan bebas bila mana diterapkan secara murni maka tidak hanya akan berdampak pada pergerakan produksi saja, faktor-faktor tenaga kerja pendukungnya juga akan mengalami hal yang sama. Kedatangan tenaga kerja asing yang memungkinkan mengurangi peluang kerja tenaga kerja lokal. Kedatangan mereka juga mengakibatkan sebagian aliran uang yang pergi keluar untuk dikirimkan ke Negara asal tenaga kerja itu sendiri dari pada berputar dalam aktifitas ekonomi sekitar.

Sabtu, November 24, 2007

Penyebab tingginya ketergantungan Indonesia terhadap teknologi negara luar

Indonesia adalah negara besar yang sangat berpotensi untuk mengkonsumsi berbagai teknologi. Sayangnya tingginya potensi konsumsi teknologi di Indonesia tidak diikuti degan tingginya penciptaan teknologi di dalam negeri, sebagian besar teknologi yang digunakan datang dari luar negeri. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya ketergantungan teknologi Indonesia terhadap teknologi dunia luar.

Ada beberapa hal utama yang mengakibatkan ketergantungan teknologi Indonesia terhadap dunia luar begitu besar besar, hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

ý Cara pandang sebagaian masyarakat yang gemar menggunakan produksi luar karena cenderung menilai hasil produsksi luar negeri lebih baik dan memiliki nilai ‘gengsi’ tersendiri ;

ý Masyarakat lebih tertarik menjadi ‘user’ dan terlena terhadap hasil teknologi ketimbang memperhatikan proses yang ada dalam suatu teknologi, sehingga khazanah informasi yang diserap masyarakat minim;

ý Dunia akademik (sekolah/perguruan tinggi) yang semestinya menjadi salah satu sumber teknologi, oleh sebagaian besar penyelenggaranya hanya dinilai seperti suatu bagian kegiatan ekonomi saja (bisnis), berbagai hasil penelitiannya tidak diteruskan pada aplikasi sehingga berakhir dirak perpustakaan;

ý Rendahnya dukungan pemerintah dalam upaya pembangunan (penciptaan) teknologi yang berkelanjutan didalam negeri, sebagian besar kegiatannya masih dipandang sebagai suatu proyek yang akan berhenti pada masa berakhirnya tahun anggaran;

ý Sebagai besar hutang luar negeri juga membawa misi penerapan teknologi negara pemberi hutang, sehingga pada pelaksanaan pembangunan dan operasionalnya pada umumnya juga memerlukan teknologi mereka.

ý Rendahnya nilai penghargaan masyarakat atas kekayaan intelektual menurunkan minat penciptaan teknologi;

Selama kondisi-kondisi tersebut di atas tidak berubah, fenomena perkembangan teknologi di Indonesia juga tetap tidak akan berubah. Produktifitas untuk menciptakan teknologi akan tetap rendah dan terus menjadai konsumen dunia luar.

Kamis, November 22, 2007

Semua Ikut latah : Komentar kemacetan Jakarta

Kemacetan di Jakarta saat ini sangat ramai dibicarakan, sampai-sampai SBY, Presiden Indonesia saat ini juga turut berkomentar (bahkan ada media yang meyebutkan "Baru sebulan satu hari menduduki kursi gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo sudah didamprat Presiden Susilo Bambang Yidoyono"). Yang lebih “hot” adalah Busway dengan proyek-proyek pembangunannya sering dijadikan pokok permasalahan atas penyebab terjadinya kemacetan di Jakarta saat ini. Apakah ini pandangan yang benar? Atau sekedar mencari “kambing hitam” atas hal-hal lain yang tidak ingin dijadikan “kambing hitam”?

Hal pertama yang perlu disadari adalah, bahwa berbicara transportasi bukan hanya masalah lalu lintas. Selain terkait masalah lingkungan yang saat ini hangat dibicarakan (Global Warning), transportasi akan selalu terkait masalah sosial dan ekonomi. Apa lagi kita berbicara Jakarta, tempat terjadinya berbagai aktifitas oleh masyarakatnya yang sangat beragam (dan sedang berusaha "survive" dalam kehidupan yang keras).

Penyediaan angkutan umum massal bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan, terutama bila dilihat dari kebutuhan biaya pembangunannya. Pembangunan jaringan kereta api baru, baik double tack maupun monorail sebagaimana disediakan di Negara-negara maju akan memerlukan biaya yang sangat besar yang untuk saat ini tidak mampu dijangkau oleh Pemerintah. Busway Trans Jakarta memang bukan jalan keluar yang utama untuk mengatasi kecetan di Jakarta, namun perlu menjadi catatan bahwa Busway adalah suatu awal yang baik, yang dilakukan Pemda DKI untuk mendukung pembangunan jaringan monorail dan MRT yang pada saat ini juga tengah dicarikan cara untuk mendanainya baik oleh Pemda DKI maupun Pemerintah Pusat (Dep. Pehubungan).

Tidaklah bijak rasanya, menghapus harapan masyarakat kelas bawah yang tengah sabar menunggu pembangunan koridor Busway sampai pada jarak terdekat dari tempat tinggalnya. Pada saat sama, marilah kita dorong pemerintah untuk membangun sarana transportasi masal yang sesungguhnya yaitu MRT dan monorail serta peningkatan kinerja jaringan KRL yang ada saat ini.

Senin, November 19, 2007

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Blog ini sudah menganggur cukup lama bahkan saya sampai melupakannya, hingga pada hari Sabtu, 17 November 2007, karena ke-isengan saya mengetikkan 'muhammadsoleh.blogspot.com' pada addres bar browser Firefox, saya menyadari bahwa halaman yang tampil adalah halaman yang saya buat sendiri. Sebenar saya telah lupa akan account blogger yang digunakan untuk log in, setelah melalui beberapa langkah, akhirnya dapat mengklaim kembali blog saya yang baru memiliki 1 postingan (yang kini sudah saya edit menjadi "My Profile").

Kini saya berniat melanjutkan blog ini, meskipun saya belum tebayang materi apa yang akan dituliskan ke dalam blog ini. Mungkin sekedar tulisan-tulisan yang hanya layak disebut “coretan kecil” dari manusia yang memiliki pengetahuan terbatas. Harapannya, semoga saja blog sederhana ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya pribadi maupun bagi para pengunjung pada umumnya.

Terimakasih

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...