Rabu, Desember 19, 2007

Transportasi dan Cadangan Energi Indonesia

Di saat semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia sekarang ini , penggunaan kendaraan pribadi pada dasarnya bertentangan dengan upaya konservasi energi. Secara logika dapat dibayangkan, penggunaan kendaraan umum seperti bus kota yang mengangkut lebih dari 40 orang dalam satu perjalannya akan memanfaatkan energi yang lebih efisien bila dibandingkan setiap orang menggunakan kendaraannya sendiri untuk berperjalanan. Kondisi ini akan semakin diperparah dengan timbulnya kemacetan karena tidak mampunya kapasitas jalan menampung banyaknya kendaraan, tidak sedikit energi yang terbuang percuma akibat kemacetan yang terjadi di Jakarta.

Seperti telah digambarkan sebelumnya, tingginya pengunaan kendaraan bermotor, tentu berdampak langsung terhadap tingginya konsumsi energi untuk transportasi saat ini yang masih mengandalkan Bahan bakar Minyak (BBM) dari fosil. Kondisi ini perlu mendapat perhatian mengingat cadangan minyak bumi dunia termasuk Indonesia yang kian hari terus menipis. Disampaikan Presiden SBY (pada tahun 2005) bahwa minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 18 tahun ke depan, gas 60 tahun, dan batubara 150 tahun ke depan (detik.com, 28 September 2005). Sebagai langkah antisipasi maka upaya upaya kebijakan yang terkait dengan transportasi dalam rangka konservasi dan diversifikasi energi ini perlu dilakukan.

Sabtu, Desember 08, 2007

Pendekatan kemiskinan sebagai masalah kapabilitas

Hampir semua orang umumnya memandang kemiskinan sebagai ketiadaan harta, pemahaman ini memang tidak dapat disalahkan, karena aspek utama kemiskinan selalu dilihat dari sudutpandang ekonomi. Namun apakah kekurangan harta atau rendahnya pendapatan merupakan fator utama penyebab kemiskinan?

Berikut sebuah cara padang yang juga layak untuk perhatikan, yaitu melihat kemiskinan dengan pendekatan kapabilitas (keberdayaan).

Amartya Sen (1999), dalam Development as Freedom, mengusulkan untuk melihat kemiskinan sebagai ketiadaan kapabilitas (capability deprivation) daripada hanya menekankan pada rendahnya pendapatan. Pandangannya tidak mengelak bahwa rendahnya pendapatan sebagai salah satu penyebab utama kemiskinan, kerena rendahnya pendapatan pada prinsipnya dapat berpengaruh terhadap ketiadaan kapabilitas seseorang. Dalam tulisan yang sama, ia juga berargumentasi bahwa ketidak cukupan pendapatan juga seringkali menjadi pendorong kuat untuk meingkatkan hidup seseorang.

Amartya Sen (1999) menungkapan pendekatan kapabilitas atas kemiskinan sebagai berikut:

  1. Pendekatan kapabilitas berkonsentrasi pada bentuk ketidakberdayaan yang nyata-nyata sangat penting (instrinsik), sementara pendekatan pendapatan hanya pada unsur instrumen-instrumen;
  2. Bahwa ada pengaruh ketiadaan kapabilitas pada kemiskinya yang nyata, selain dari rendahnya pendapatan (rendahnya pendapatan bukan satu-stunya penyebab kemiskinan);
  3. Hubungan instrumental antara tingkat pendapatan yang rendah dan kapabilitas yang rendah bervariasi dan bergantung pada personal/kelompok dan konteks permasalahan.

Sonny Yuliar (2007) memberi ilustrasi pendekatan kapabilitas atas kehidupan sosial sebagai berikut, “Tingkat pendapatan juga tidak menggambarkan ketidakberdayaan relatif seseorang dalam lingkungan sosialnya. Meski tingkat pendapatan seseorang adalah tinggi dalam standar internasional, orang tersebut dapat mengalami ketegangan-ketegangan akibat tuntutan lingkungan sosialnya, seperti tuntutan untuk mengikuti gaya hidup (life style) tertentu. Di masyarakat kota, untuk terlibat dalam interaksi sosial dituntut kepemilikian akan, sekurang-kurangnya, televisi dan telepon seluler. Hal ini menimbulkan ketegangan pada mereka yang relatif miskin, meski pendapatannya lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di desa.” ilustrasi tersebut memberi gambaran bahwa seorang yang memperoleh pendapatan tinggi pun dapat merasakan kekurangan (kemiskinan) ketika harus mengimbangi gaya hidup lingkungan sosial tertentu.

Pendekatan kapabilitas terhadap kemiskinan akan menekankan aspek instrinsik dalam upaya pengentasan kemiskinan, bukan pada aspek instrumental. Sebaliknya, pendekatan ekonomi (tingkat pendapatan) cenderung menekankan aspek instrumental dari kemiskinan. Meski tingkat pendapatan terpaut dengan kapabilitas, kedua aspek tersebut berbeda secara mendasar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...