Indonesia pernah berjaya dengan Industri Gula, puncak kegemilangan perkebunan tebu dicapai pada tahun-tahun awal 1930-an, dengan 179 pabrik pengolahan dan produksi tiga juta ton gula per tahun. Saat itu ketika Pulau Jawa di bawah kendali Belanda, produksi gula tebu hampir 3 juta ton. Dengan gula, Jawa menjadi gabus pelampung (bekork) penyelamat resesi perekonomian Belanda. Kala itu, Pulau Jawa menjadi produsen gula terbesar kedua setelah Kuba
Penurunan harga gula akibat krisis ekonomi merontokkan industri ini dan pada akhir dekade hanya tersisa 35 pabrik dengan produksi 500 ribu ton gula per tahun. Situasi agak pulih menjelang Perang Pasifik, dengan 93 pabrik dan prduksi 1,5 juta ton. Seusai Perang Dunia II, tersisa 30 pabrik aktif. Tahun 1950-an menyaksikan aktivitas baru sehingga Indonesia menjadi eksportir netto. Pada tahun 1957 semua pabrik gula dinasionalisasi dan pemerintah sangat meregulasi industri ini. Sejak 1967 hingga sekarang Indonesia kembali menjadi importir gula.
Seiring waktu berjalan, produksi gula Indonesia terus menurun dengan konsumsi yang terus meningkat mengubah Indonesia dari ekportir menjadi importir. Pada tahun 2009 dengan mengimpor 1,61 juta ton gula setahun menjadikan Indonesia sebagai negara pengimpor gula terbesar kedua setelah Rusia.
Dari banyak komoditas perkebunan warisan Belanda, hanya gula yang infrastrukturnya lengkap, mulai hulu hingga hilir. Namun kenyataan yang terjadi sungguh miris bagi perindustrian gula di Indonesia. Semoga kenyataan yang terjadi pada industri gula tidak terulang dan dapat menjadi pelajaran bagi Industri lain di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar