Tata bahasa bisa mengelabui dan memudarkan fakta. Kelihaian sesorang dalam merangkai kata bisa mengubah persepsi seseorang dalam melihat persoalan yang tersirat dalam kalimat yang disampaikan. Ungkapan yang disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia Datuk Wira Abu Seman Yusop adalah salah satu contoh upaya untuk memperhalus keadaan yang tidak baik menjadi agak lebih baik.
Datuk Wira Abu Seman Yusop mengatakan bahwa "Only 0.05% of Indonesian domestic helpers are being abused by their Malaysian employers [1], [2], [3]" (hanya 0,05 persen pekerja domestik asal Indonesia yang mengalami penyiksaan oleh majikan mereka di Malaysia). Ungkapan besaran 0,05% apalagi ditambah dengan kata "hanya" di depannya tentu akan menggiring pendengar/pembaca kepada jumlah atau nilai yang sedikit dalam bayangan pikiran di kepalanya. Namun bila kita pendengar lebih cermat, tentu ia akan bertanya-tanya, berapa jumlah nyata dari 0,05% pekerja Indonesia di Malaysia? Untuk menjawabnya tentu perlu diketahui berapa julah seluruh pekerja Indonesia di Malaysia.
Maka setelah disimak lebih lanjut, Abu Seman mengatakan saat ini ada sekitar 300 ribu wanita Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia [4]. Dari penjelasan tersebut kita bisa memperkirakan bahwa ternyata yang ada dalam 0,05% itu bisa mencapai sekitar (300.000 x 0,05%) 150 orang pekerja wanita Indonesia yang mengalami penyiksaan.
Sekarang bayangkan!
"Ada sekitar 150 orang pekerja wanita Indonesia di Malaysia yang mengalami penyiksaan di Malaysia!"
Apakah anda akan tetap mempersepsikan ini sebagai sebuah masalah kecil? Apakah anda masih bisa melihat mungkin ada 1 orang suami dan 2 orang anak yang akan terkena dampak turutan dari mereka yang disiksa (total menjadi ((1+3)x150) 600 orang yang tekena dampak)?
Masih tidak bisa melihat bahwa ini persolan besar? Lebih lanjut, kita masih bisa mempertanyakan lagi, menggunakan data dalam kurun berapa lama Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia bisa mengungkapkan bahwa 0,05% (150 orang) pekerja Indonesia yang mengalami penyiksaan tersebut tersebut dihitung? Jika ini diperoleh berdasakan data tahunan, bayangkan kejadian berulang selama lima tahun tanpa perubahan, artinya (150x5) 750 orang pekerja wanita Indonesia di Malaysia mungkin pernah mengalami penyiksaan.
Bagaimana Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar