Teryata dialog publik yang diselenggarakan oleh Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) pada hari Kamis, 20 November 2008 kemarin di Hotel Sultan Jakarta tersebut hampir tidak membicarakan masalah penyelenggaraan busway kecuali pada key note yang disampaikan oleh Soetanto Soehodho setelah sebelumnya disampaikan pembukaan oleh Edie Toet Hendratno.
Dalam diskusi yang berjudul “Evaluasi Penyelenggaraan Busway” dengan judul kecilnya “Menuju Penyelenggaraan Busway yang Lebih Baik” permasalahan-permasalahan yang terkait dengan “penyelenggaraan” seperti pelayanan, armada, penjadwalan, rute, feeder, serta keamanan dan kenyamanan malah tidak tergali. Sorotan dari perspektif transportasi yaitu akses, mobilitas dan lalu-lintas juga terlihat sangat minim.
Sebenarnya Andrinof A Chaniago, Azas Tigor Nainggolan dan Tulus Abadi sebagai pembicara dalam acara tersebut “bukanlah orang awam”. Namun perlu menjadi catatan di sini bawa mereka “bukanlah orang awam” dalam “bidang yang di kuasainya”. Mereka semua cukup pandai berbicara mengenai busway sebagai objek diskusi, namun masing-masing memiliki latar belakang keilmuan serta ketertarikan yang berbeda untuk melihat permasalahan.
Berikut gambaran hal yang diulas pembicara dari acara tersebut:
Chaniago sebagai pengamat kebijakan, mengungkapkan secara menarik bahwa busway dari tidak berangkat dari penetapan kebijakan publik yang baik dan membawa berbagai klaim yang bersifat parsial untuk mendapat dukungan. Ia telah menyihir perhatian peserta dari evaluasi penyelenggaraan berubah menjadi evaluasi kebijakan. Tidak ada yang salah, tetapi masukan yang sangat baik tersebut lebih tepat diarahkan kepada pemerintah dan para wakil rakyat. Mungkin dia hanyalah korban dari undangan yang salah alamat.
Tulus Abadi dari YLKI dengan lugas menyampaikan berbagai persoalan dari sudut pandang pengguna busway, termasuk armada, layanan, tarif, headway, keamanan, serta feeder. Namun disisi lain dia juga mempermasalahkan pengguna yang “memiliki harapan lebih” terhadap busway. Persoalan busway yang disampaikan juga sepertinya hanya melihat pengguna busway “hanya sebagai pengguna busway” bukan orang yang ingin bergerak dari satu tempat ke arah tujuannya, sebagaimana ia mengungkapkan bawah pengguna motor “egois” karena menyatakan “busway tidak bisa mengatarkan mereka sampai ke rumah”. Perlu dipahami bahwa fungsi dasar dari transportasi “apa pun sarananya (termasuk menggunakan lebih dari satu jenis sarana = multi moda)” adalah untuk mengantarkan orang atau barang dari asal (rumah) ke tujuan serta sebaliknya.
Lebih disayangkan lagi Azas Tigor dari Forum Warga Jakarta (FAKTA) justru hanya menyampaikan dukungan dan impian-impiannya terhadap busway, meskipun pada sesi tanya-jawab “katanya terpaksa” mengungkap hal-hal teknis yang menjadi persoalan.
Mengapa tidak pengguna busway saja yang menjadi nara sumber, dengan pengalaman setiap hari naik busway ia dapat mengungkap persoalan secara valid dari pengalamannya. Atau wakil dari konsorsium sebagai operator yang dapat menjelaskan kendala-kendala mereka dalam menjalankan tugas di lapangan. Bahkan warga Jakarta yang masih menggunakan kendaraan pribadi mungkin dapat memberikan masukan yang sangat baik agar “ia dan teman-temannya” mau beralih ke busway.
Maaf jika ternyata saya juga salah evaluasi ##@@&&^^!!??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar