Meski saya sendiri pernah lihat, tetapi jujur saja saya pun baru engeh... ada suatu "masalah" dengan mesin tersebut setelah membaca sebuah thread forum di kaskus.co.id.
Produk minuman dengan harga Rp 6.000,- per botol. Selanjutnya coba perhatikan petunjuk/instruksi yang tertera jelas pada alat tersebut (dikutip dari kaskus):
- Mesin tidak memberikan uang kembalian, bayarlah dengan uang pas.
- Mesin ini dapat menerima uang lembaran Rp 5.000,- Rp 10.000,- dan Rp 20.000,-
- Mesin ini tidak menerima uang yang terlipat, terkokot, basah, sobek, atau lusuh.
- Mesin ini dapat melakukan beberapa transaksi. Sisa uang anda masih dapat digunakan dalam waktu 5 menit.
- Dengan melakukan transaksi pada mesin ini anda dianggap telah membaca dan menyetujui ketentuan di atas.
Bila kita mencermati petunjuk/instruksi pada mesin tersebut, kejanggalan terbaca dengan jelas. Satu botol mimuman seharga Rp 6000,- harus dibayar minimal dengan uang lembaran Rp 10.000,- tanpa mendapatkan kembalian.
Kondisi ini akan "merugikan" pihak pembeli dan tentunya tidak dapat diterima secara logika bukan?
Secara ekonomi, alternatifnya yang fair dari kasus ini bagi pembeli, sesuai dengan instruksi pertama dari mesin tersebut adalah dengan membeli lima botol minuman, agar uang yang anda bayarkan (baca: masukan ke dalam mesin) sesuai dengan nilai pembelian maka uang dimasukan dengan komposisi satu lembaran uang Rp 10.000,- dan satu lembaran Rp 20.000,- sehingga nilai yang anda bayar total Rp 30.000,- .
Namun siapa yang akan bersedia membeli minuman lima botol sekaligus? Mungkin satu botol habis diminum, namun empat sisanya akan menjadi beban selama perjalanan? Pastinya pula mesin tersebut tidak bisa mengeluarkan kantong plastik bukan?
Memperhatikan hal ini sepertinya ada "akal-akalan" yang dilakukan oleh penjual minuman dengan menggunakan mesin sebagai fasilitasnya.
Entah mengapa mesin tersebut tidak dilengkapai feature untuk memberi kembalian, atau bila tidak buat saja mesin tesebut untuk dapat membaca uang lembaran Rp 1.000,- dan Rp 2.000,- sehingga pembelian dapat terlaksana dalam nilai yang sesuai harga.
Seandainya memang pengembalian uang atau pun uang lembaran Rp 1.000,- dan Rp 2.000,- tidak bisa diaplikasikan pada mesin tersebut, mengapa tidak dinyatakan saja harga jual Rp 10.000,- sehingga pembeli tidak merasa kehilangan uang yang seharusnya menjadi kembalian?
Atau bila perlu tambahkan dengan kalimat "beli 2 gratis 1", meski bila kembali merujuk pada harga awal masih ada sisa uang Rp 2.000,-, namun kalimat itu tersirat seperti memiliki nilai tambah kepada pembeli, bukan.
Dan perlu juga dipertanyakan mengapa alat yang "tidak jelas" seperti ini dapat dibiarkan masuk ke dalam halte TransJakarta? Apakah sudah dievaluasi dahulu sebelumnya?
= = = = = = = =
Entahlah . . . apakah mesin tersebut masih ada sampai saat ini . . . ???
Kondisi ini akan "merugikan" pihak pembeli dan tentunya tidak dapat diterima secara logika bukan?
Secara ekonomi, alternatifnya yang fair dari kasus ini bagi pembeli, sesuai dengan instruksi pertama dari mesin tersebut adalah dengan membeli lima botol minuman, agar uang yang anda bayarkan (baca: masukan ke dalam mesin) sesuai dengan nilai pembelian maka uang dimasukan dengan komposisi satu lembaran uang Rp 10.000,- dan satu lembaran Rp 20.000,- sehingga nilai yang anda bayar total Rp 30.000,- .
Namun siapa yang akan bersedia membeli minuman lima botol sekaligus? Mungkin satu botol habis diminum, namun empat sisanya akan menjadi beban selama perjalanan? Pastinya pula mesin tersebut tidak bisa mengeluarkan kantong plastik bukan?
Memperhatikan hal ini sepertinya ada "akal-akalan" yang dilakukan oleh penjual minuman dengan menggunakan mesin sebagai fasilitasnya.
Entah mengapa mesin tersebut tidak dilengkapai feature untuk memberi kembalian, atau bila tidak buat saja mesin tesebut untuk dapat membaca uang lembaran Rp 1.000,- dan Rp 2.000,- sehingga pembelian dapat terlaksana dalam nilai yang sesuai harga.
Seandainya memang pengembalian uang atau pun uang lembaran Rp 1.000,- dan Rp 2.000,- tidak bisa diaplikasikan pada mesin tersebut, mengapa tidak dinyatakan saja harga jual Rp 10.000,- sehingga pembeli tidak merasa kehilangan uang yang seharusnya menjadi kembalian?
Atau bila perlu tambahkan dengan kalimat "beli 2 gratis 1", meski bila kembali merujuk pada harga awal masih ada sisa uang Rp 2.000,-, namun kalimat itu tersirat seperti memiliki nilai tambah kepada pembeli, bukan.
Dan perlu juga dipertanyakan mengapa alat yang "tidak jelas" seperti ini dapat dibiarkan masuk ke dalam halte TransJakarta? Apakah sudah dievaluasi dahulu sebelumnya?
= = = = = = = =
Entahlah . . . apakah mesin tersebut masih ada sampai saat ini . . . ???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar