Minggu, April 10, 2011

Short Trip to Sumatera Barat

Secara tidak diduga, beberapa waktu lalu saya mendapat ajakan untuk mengunjungi Sumatera Barat (Padang). Dengan senang menerima ajakan tersebut, apalagi saya memang tadinya belum pernah menginjakan kaki ke daerah Sumatera Barat.

Memang hanya sebuah kunjungan singkat dan tidak semua tempat wisata dikunjungi, meskipun demikian saya sangat berterimakasih atas ajakan dan kesempatan yang telah diberikan.

Jujur saya katakan bahwa saya begitu terkesan dengan keindahan alam Sumatera Barat. Dan rasanya sangat layak untuk saya berbagi cerita akan keindahan daerah yang berada di bagian barat Nusantara ini, tentunya dengan bantuan berbagai sumber dari internet karena saya sendiri tidak cukup pandai untuk bercerita, apalagi hanya dengan pengetahuan dari sebuah kunjungan singkat.

Lembah Anai
Lembah Anai

Lembah Anai merupakan tempat wisata pertama yang saya kunjungi di Sumatera Barat. Keindahan alam yang dapat disaksikan di sini adalah air terjun yang terletak di bagian barat Cagar Alam Lembah Anai yang dikenal dengan nama Air Terjun Lembah Anai.

Sayangnya karena ketidak tahuan, saya hanya mengunjungi air terjun yang berada dipinggir jalan raya. Padahal setelah membaca sebuah artikel di www.wisatamelayu.com masih ada dua air terjun lainnya yang tertutup oleh lebatnya hutan, sehingga belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Untuk menyaksikan dua air terjun tersebut dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 15 menit dari lokasi Air Terjun Lembah Anai. Keindahan panorama telaga juga dapat disaksikannya dengan menempuh perjalanan sekitar 15 menit dari tepi jalan raya.
Danau Singkarak
Danau Singkarak

Danau Singkarak berada di dua kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar.

Danau ini memiliki luas 107,8 km² dan merupakan danau terluas ke-2 di pulau Sumatera. Danau ini merupakan hulu Batang Ombilin. Namun sebahagian air danau ini dialirkan melalui terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, kabupaten Padang Pariaman.

Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan spesies ikan yang diperkirakan hanya hidup di danau ini, dan menjadi salah satu makanan khas. Penelitian para ahli mengungkapkan 19 spesies ikan perairan air tawar hidup di habitat Danau Singkarak, Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), dengan ketersediaan bahan makanannya yang terbatas.

Istana Basa Pagarunyung

Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana terletak di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya.

Istano Basa yang saya kunjungi sekarang sebenarnya adalah replika yang masih dalam tahap pembangunan kembali dari replika yang asli setelah rusak terbakar. Ya! Dua kali terbakar!
  1. Istano Basa asli terletak di atas Bukit Batu Patah itu dan terbakar habis pada sebuah kerusuhan berdarah pada tahun 1804. Istana tersebut kemudian didirikan kembali namun kembali terbakar tahun 1966. Proses pembangunan kembali Istano Basa dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 oleh Gubernur Sumatra Barat (waktu itu Harun Zain). Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya. Pada akhir 1970-an, istana ini telah bisa dikunjungi oleh umum.
  2. Pada tanggal 27 Februari 2007, Istano Basa mengalami kebakaran hebat akibat petir yang menyambar di puncak istana. Akibatnya, bangunan tiga tingkat ini rata dengan tanah. Ikut terbakar juga sebagian dokumen, serta kain-kain hiasan.Diperkirakan hanya sekitar 15 persen barang-barang berharga ini yang selamat. Barang-barang yang lolos dari kebakaran ini sekarang disimpan di Balai Benda Purbakala Kabupaten Tanah Datar.
Catatan pada artikel wikipedia menyebutkan, bahwa biaya pendirian kembali istana ini (setelah kejadian kebakaran 2007) diperkirakan lebih dari Rp 20 miliar.

Jam Gadang
Jam Gadang

Jam Gadang adalah sebutan bagi sebuah menara jam yang terletak di jantung Kota Bukittinggi. Jam Gadang adalah sebutan yang diberikan masyarakat Minangkabau kepada bangunan menara jam itu, karena memang menara itu mempunyai jam yang "gadang", atau "jam yang besar" ("gadang" berarti besar dalam bahasa Minangkabau).


Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, Controleur (Sekretaris Kota) Bukittinggi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda dulu. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.

Denah dasar (bangunan tapak berikut tangga yang menghadap ke arah Pasar Atas) dari Jam Gadang ini adalah 13x4 meter, sedangkan tingginya 26 meter.

Jam Gadang ini bergerak secara mekanik dan terdiri dari empat buah jam/empat muka jam yang menghadap ke empat arah penjuru mata angin dengan setiap muka jam berdiameter 80 cm.

Menara jam ini telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk pada bagian puncaknya. Pada awalnya puncak menara jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan. Saat masuk menjajah Indonesia, pemerintahan pendudukan Jepang mengubah puncak itu menjadi berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.

Pembangunan Jam Gadang ini konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Namun hal itu terbayar dengan terkenalnya Jam Gadang ini sebagai markah tanah yang sekaligus menjadi lambang atau ikon Kota Bukittinggi. Jam Gadang juga ditetapkan sebagai titik nol Kota Bukittinggi. Renovasi terakhir adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan Pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, dan diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke 262 pada tanggal 22 Desember 2010.

Ada satu keunikan dari angka-angka Romawi pada muka Jam Gadang ini. Untuk melambangkan angka empat romawi, Jam Gadang ini bertuliskan angka empat romawi dengan simbol "IIII" (umumnya IV).

Sejak berdirinya Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian setiap orang, dan juga sebagai salah satu ikon provinsi Sumatera Barat.

Lobang Jepang

Lubang Jepang terletak di Bukit Sianok, Bukittinggi, Sumatera Barat. Lobang Jepang memiliki panjang sekitar 1.400 m (sekarang 725 m karena sebagian ditutup pada tahun 2004), lebar 2 m, tinggi sekitar 3 m.Sementara itu, untuk masuk dan keluar terowongan terdapat 3 pintu utama dan 6 pintu darurat. 3 pintu utama terdapat di Jalan Ngarai Sianok, di dalam Taman Panorama dan di samping Istana Bung Hatta (gedung Triarga). Untuk saat ini hanya satu pintu yang digunakan untuk umum, yaitu pintu yang terdapat di Taman Panorama, sedangkan 2 pintu utama dan 6 pintu darurat ditutup.

Menurut sejarah, Lubang Jepang dibangun pada tahun 1942 oleh tentara Jepang untuk benteng pertahanan pada masa perang dunia ke II dan perang Asia Timur Raya. Pembanguan terowongan tersebut dilakukan atas instruksi langsung dari pemerintahan militer Angkatan Darat Jepang untuk wilayah Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi di bawah pimpinan Jendral Watanabe. Untuk melakukan pembangunan, tentara Jepang memanfaatkan tenaga masyarakat Indonesia yang didatangkan dari beberapa daerah di luar Sumatera, seperti: Sulawesi, Kalimatan dan Jawa. Mereka bekerja siang malam, sehingga pembangunan terowongan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat.

Lubang Jepang ditemukan oleh masyarakat setempat pada tahun 1946 dengan kondisi yang mencekam. Banyak tulang-belulang manusia yang berserakan di lantai sepanjang lorong terowongan. Pada tahun tersebut pemerintah Kota Bukittinggi mengubur tulang belulang yang berserakan itu dan membersihkan terowongan. Kemudian pemerintah kota menata terowongan itu untuk dipersiapkan menjadi salah satu objek wisata sejarah di kota Bukittinggi dengan menambah beberapa sarana pendukung. Peresmian Lubang Jepang dilakukan oleh Menteri Kebudayaan ketika itu, Fuad Hasan, pada tanggal 11 Maret 1986.

Pada tahun 2004 pemerintah kota Bukittinggi merenovasi Lubang Japang dengan memperkokoh dinding lubang dengan semen. Renovasi ini bertujuan untuk memberikan kenyaman bagi para wisatawan.

Ngarai Sihanok
Ngarai Sianok

Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh, terletak di perbatasan kota Bukittinggi, dengan Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.

Batang Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.

Danau Maninjau
Danau Maninjau

Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat.

Danau Maninjau merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Dengan sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter, danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia dan kedua di Sumatera Barat setelah Danau Singkarak. Cekungannya terbentuk karena letusan gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan.

Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai Batang Sri Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Sri Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 km mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.


Keripik Sanjai
(sumbargifts.blogspot.com)
Menjelang kembali ke Jakarta, tak lupa saya membeli sedikit oleh-oleh untuk saudara dan kerabat. Oleh-oleh yang paling dikenal dari daerah ini tentunya kerupuk sanjai (keripik sanjai). Keripik yang dibuat dari singkong ini, meskipun sebenarnya dibuat dengan berbagai macam rasa, namun keripik sanjai yang dibuat dengan balutan saus pedas adalah yang umum lebih dikenali sebagai makanan khas Sumatera Barat.

Selain keripik sanjai, tentunya daerah ini ini memiliki makanan yang tidak dapat dilupakan yaitu Rendang.

referensi: id.wikipedia.org ; www.wisatamelayu.com

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...