Permasalahan yang saat sedang ramai diberitakan salah satunya adalah mengenai penumpang Kereta Listrik (KRL) Jabodetabek yang naik di atap gerbong, sehingga kondisi demikian dampak yang paling buruknya adalah mebahayakan jiwa penumpang KRL itu sendiri.
Jumlah penumpang tewas yang naik atap kereta rel listrik (KRL) tahun lalu mencapai 40 orang. Kepala Daerah Operasi (Daops) I Jakarta, Purnomo Radiq Y, menyebut jumlah korban yang jatuh dari atap KRL rata-rata tiga orang per bulan. (Republika, 4/5/2011)Tentu sudah dapat ditebak, upaya yang dilakukan atas permasalah ini adalah MELARANG penumpang KRL naik di atap gerbong.
KRL |
Dan atas perjalanan yang dilakukan tentu ada alasan yang mendorong untuk melakukan perjalanan tersebut, seperti untuk bekerja, ke sekolah atau pun tujuan lainnya.
Upaya mencukupi kapasitas semestinya sudah menjadi program PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), karena ini bukan baru kali ini saja tetapi sudah sekian tahun berlalu persoalan kapasitas merupakan isu utama dalam layanan KRL sejak lama. Seperti halnya dengan meningkatkan jumlah KRL, membuat rel tidak sebidang dengan jalan raya (Manggarai - Kota), dan mengaktifkan penuh double double-track (Bogor - Jakarta) namun hingga kini tidak kapasitas masih belum terpenuhi karena jumlah perjalanan juga terus meningkat.Hingga pada akhirnya tetap saja penumpang luber hingga ke atap gerbong KRL.
MELARANG penumpang KRL naik di atap gerbong, dengan berbagai upayanya, sepertinya menjadi pilihan paling akhir untuk penertiban penumpang yang naik di atap gerbong KRL.
Semoga saja pada masa yang akan datang permasalahan ini dapat terselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar