Selasa, Juni 14, 2011

Syekh Muhammad Fathurrahaman M.Ag.

I love Asy-Syekh Al-Akbar (facebook)
Syekh Muhammad Fathurrahman, M.Ag. (lahir tahun 1973 di Tasikmalaya) adalah Guru Mursyid Al-Idrisiyyah yang meneruskan kepemimpinan Syekh Al Akbar Muhammad Daud Dahlan yang wafat pada 28 Juni 2010 (16 Rajab 1431).

Syehk Muhammad Fathurrahman, M.Ag lahir dari pasangan seorang Ajengan kharismatik yang bernama Nasruddin dan Maimunah. Setelah Beliau diangkat sebagai menantu oleh Syekh al-Akbar Muhammad Daud Dahlan dari anaknya yang pertama, Beliau kemudian dipercayakan memegang tanggung jawab organisasi Yayasan Al-Idrisiyyah sebagai Ketua Umum. Dari jabatan yang diberikan inilah, banyak pengalaman yang diperolehnya terutama dalam masalah kepemimpinan.

Pendidikan Beliau di bidang agama diawali saat mengenyam pendidikan Tsanawiyyah. Belum dua tahun Beliau meneruskan pendidikannya, atas dasar keinginannya berkhidmah kepada Guru pendidikan formalnya sempat terhenti. Hari-harinya diisi dengan berkhidmah dengan membantu Gurunya dalam beraktivitas. Banyak pekerjaan lainnya yang beliau kerjakan, agar dapat berkhidmah secara penuh kepada Guru mursyid kita, Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan. Seperti memotong kayu bakar, memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya, jualan kecambah (taoge) di pasar, jualan ikan asin, mengurus gilingan tepung beras, dan mengurus bebek. Beliau rela putus sekolah, untuk dapat berkhidmah kepada Syekh al-Akbar Muhammad Dahlan.

Pendidikaan yang akrab dengan Beliau saat itu adalah mendalami keilmuan Pesantren tradisional, seperti mendalami kitab kuning. Tidak hanya di Pondok Fadris saja, tapi ia berusaha mengembangkan diri mencari ilmu ilmu dasar kitab kuning ke berbagai Pesantren seperti di Garut, Limbangan, Sukabumi dan Banten.

Selanjutnya tuntutan keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi muncul dalam dirinya ada suatu panggilan untuk menjadi kader yang dapat diandalkan Guru kita kelak di kemudian hari. Dengan bekal semangat yang tinggi walaupun tidak memiliki ijazah Tsanawiyyah, ia berusaha mencari sekolah formal yang dapat menerimanya sebagai siswa Aliyyah. Dengan berbagai upaya yang dilakukannya, akhirnya ia dapat mengikuti ujian di sekolah Aliyyah. Karena selama 5 tahun Beliau menyibukkan diri dengan mendalami kitab kuning maka pendidikan formal yang tertinggal Beliau kejar dengan mempelajari semua kurikulum pelajaran sekolah Aliyyah.

Hasilnya, Beliau mendapatkan hasil ujian (nilai Nem) tertinggi di sekolahnya. Kemudian Beliau dapat meneruskan pendidikan S1 di bidang Tarbiyyah Islamiyyah di UIN Sunan Gunung Jati hingga S2-nya di bidang Ulumul Quran.

sumber : http://www.al-idrisiyyah.com

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...