Pemerintah Singapura baru-baru ini berencana melakukan larangan penjualan rokok di negaranya. Sebagaimana dilansir oleh Kompas, (17-03-2013),
Pemerintah Singapura mengumumkan rencana terbaru untuk melarang penjualan rokok secara terbuka. Hal ini dilakukan menyusul semakin meningkatnya jumlah perokok muda. Menteri Kesehatan Gan Kim Yong menyatakan, pemerintah akan melakukan konsultasi terbuka dengan publik sebelum mengambil keputusan. Jika disetujui, konsumen yang ingin membeli harus bertanya untuk memperoleh rokok yang diinginkannya.
Asiaone melaporkan, data terbaru menunjukkan, jumlah perokok muda (18-29 tahun) meningkat sekitar empat persen dari 12,3 persen menjadi 16,3 persen dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Kenaikan ini lebih pesat dari kenaikan populasi Singapura.
Riset yang dilakukan sepanjang tahun lalu oleh Health Promotion Board terhadap 1.300 orang berumur antara 18 dan 69 tahun menemukan bahwa setengah dari perokok muda memutuskan membeli rokok setelah melihatnya dipajang di toko. Satu dari lima orang yang bukan perokok merasa penasaran ketika melihat rokok yang dijual dan memutuskan untuk mencobanya.
Sementara itu, rencana lebih radikal disampaikan anggota parlemen dari konstituensi Sengkang West, Dr Lam Pin Min. Ia mengusulkan agar merokok dilarang untuk generasi muda.
"Kita harus melakukan sesuatu yang lebih keras untuk menghentikan kebiasaan berbahaya ini," ujarnya.
Salah seorang mantan perokok, Delvin Dane Valentine, menyambut baik ide ini. "Menyingkirkan rokok dari pajangan toko secara tidak langsung bisa menolong perokok untuk menyingkirkan pikiran merokok dari otak mereka," katanya.
Saat ini, Singapura telah berusaha untuk mengurangi jumlah perokok dengan mematok harga yang relatif mahal (sekitar Rp 80.000 per bungkus). Selain itu, di kotak rokok juga dipasang gambar-gambar tentang konsekuensi dan efek yang akan timbul dari kebiasaan merokok.
Di Indonesia penjualan rokok terjadi sangat bebas, kententuan tentang penjualan kepada orang yang berusia di atas 18 tahun ke atas, tidak berjalan efektif, bahkan anak berseragam putih merah (SD) tidak memiliki kesulitan untuk membeli rokok. Dan tak jarang pula dari anak-anak usia belasan tahun terlihat tidak takut untuk membakar dan menghisap asap rokok di tempat umum.
Perlukah
Indonesia mengimplementasikan rencana yang sama dengan Singapura?